Minggu, 03 Januari 2021

Hujan di Hari Minggu

Hujan yang cukup deras sore ini, membuat suasana semakin syahdu, melengkapi me-time di kamar kos 3x3 ku, dengan kasur, selimut, dan lampu remang-remang. Tak terasa sudah terdengar adzan ashar, segera ku tunaikan shalat dilanjutkan dengan berdzikir dan istigfar. Tak terasa air mata mulai menetes,  aku mulai tidak fokus,tiba-tiba kenangan masa kecil bermunculan di kepalaku.  Ternyata memang benar, hujan itu 1% air, 99% kenangan.

Seolah sedang curhat dengan Allah,  aku seperti sedang bercerita masa kecilku, padahal mata hanya berkaca-kaca sambil menatap kosong ke sejadah. Kira2 saat usia 7 tahunan, Endah yang berbadan sangat kecil, kulit putih namun memerah kalau kepanasan, dengan rambut pendek yang pirang seperti rambut jagung, sedang menjemur sandal dan sepatunya di pagar rumah. Ada rasa kagum dalam diriku, anak kecil ini sudah hidup keras dan mandiri. Sejak usia 7 tahun, aku mengurus diriku sendiri, mencuci baju sendiri, pakai baju sendiri, bahkan mencari uang jajan sendiri. Keadaan lah yang menuntut, dimana kedua orang tua ku merantau nan jauh di sebrang, sedangkan aku terpaksa dititipkan dan diasuh di rumah kakek. Saat umur 9, orang tua ku akhirnya pulang. Kami bisa punya rumah sendiri. Namun kondisi ekonomi masih sangat susah. Anak pirang yang berumur 9 tahun itu akhirnya harus membantu ibu nya berjualan gorengan.

Masih di atas sejadah dan dengan tangan yang masih memegang tasbih, tak tahan air mata bercucuran lagi. Semasa dibangku SD,  anak kecil ini selalu  bangun tidur tepat  adzan subuh, lalu langsung mandi dan berkeramas, konon kata Bapak kalau keramas subuh itu bisa membuat otak encer, walaupun sangat dingin selalu ditahan karena ingin pinter. Ternyata sekarang baru ku sadar, itu cuma trik Bapak ku saja, supaya aku tidak mengantuk lagi, wkwk.  Sehabis mandi langsung shalat subuh,  kemudian bergegas pergi mengaji. Ibu saat itu sudah sibuk membuat beraneka macam gorengan di dapur. Sepulang aku mengaji, gorengan sudah siap untuk didagangkan. Sebelum pergi ke sekolah,  anak kecil ini menjual gorengan dulu dengan berkeliling kampung. Suaranya yang nyaring berteriak dengan nada khas,  gooo...re...ngaaa...n saat itu masih pukul 6 pagi, dimana kebanyakan anak-anak seumuranku pada masa itu sedang nonton Spongebob.

Semakin deras air mataku mengenang perjuangan itu. Setelah selesai berdagang gorengan aku segera bersiap-siap berangkat ke sekolah. Aku tidak ingat apakah aku sempat sarapan atau tidak.  Tidak hanya membawa tas, tapi aku juga membawa Cilok olahan Ibu ku. Ku jajakan cilok itu di sekolah. Yang ku ingat,  aku selalu menjadi orang  pertama yang datang ke sekolah, biar waktu jualannya lebih lama dan cepat habis.

Tak kuat menahan tangis kalo ingat masa-masa itu. Lalu ku bandingkan aku yang kecil dan aku sekarang. Sekarang, anak kecil yang pipinya merah bolo-bolo kalau kepanasan, adalah mahasiswa Magister Bioteknologi di Universitas nomer 1 di Indonesia. Alhamdulillah...  Perjuangannya tak kalah berat. Tapi kalau sudah mulai terasa lelah dengan perjuangan ini, ku ingat-ingat lagi bagaimana aku yang  dulu tukang gorengan dan tukang cilok bisa sampai di titik ini. Tentu bukan perjalanan yang singkat dan mudah. Setelah melalui semua itu, masa mau menyerah di tengah jalan? Tidak, kamu belum sampai loh, Ndah. Jadi ayo SEMANGAT karena tinggal beberapa tangga lagi. Segera selesaikan studi mu dan jadilah orang yang lebih bermakna dan bermanfaat lagi bagi banyak orang. Aamiin... Semoga Allah selalu meridhai setiap perjuangan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar